Senin, 28 Maret 2011

Artikel Pendidikan

PERAN GURU DI ERA GLOBALISASI

A. Pendahuluan
Abad 21 merupakan era baru yang menawarkan berbagai peluang dan tantangan.  Globalisasi merupakan suatu kondisi yang tidak terelakkan oleh semua bangsa di dunia, dan bahkan oleh setiap umat manusia di bumi ini. Globalisasi tidak bisa dianggap enteng, mau tidak mau, suka tidak suka, siap maupun tidak siap, Indonesia terimbas, bahkan terseret pula oleh arus deras globalisasi. Pembangunan yang menekankan pada sumber daya alam (resouce based) tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Yang harus diutamakan sekarang adalah pembangunan yang berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (human resouce – based). Globalisasi membawa konsekuensi berupa berbagai dampak baik sosial, politik maupun budaya, selain tentu saja dampak ekonominya yang paling menonjol.
Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, khususnya dalam bidang informasi dan komunikasi, telah menjadikan dunia ini terasa semakin menjadi sempit dan transparan. Antara satu belahan dunia dengan belahan dunia lainnya dengan mudah dapat dijangkau dan dilihat dalam waktu yang relatif singkat.  Itulah globalisasi, yang di dalamnya membawa berbagai implikasi yang luas dan kompleks bagi kehidupan manusia. Implikasi nyata dari adanya globalisasi adalah terjadinya perpacuan manusia yang mengglobal. Seorang individu dalam berkarya tidak hanya dituntut untuk mampu berkiprah dan berkompetisi sebatas tingkat lokal dan nasional semata, namun lebih jauh harus dapat menjangkau sampai pada tingkat kompetisi global, yang memang di dalamnya berisi sejumlah tantangan dan peluang.
            Berbagai perubahan pada era globalisasi ini menimbulkan berbagai tantangan yang membutuhkan cara-cara mengatasi, yang berbeda dengan cara-cara yang dilakukan pada masa lampau.  Cara yang paling jitu menghadapi era globalisasi adalah dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) melalui peningkatan mutu pendidikan. 
Globalisasi jangan dijadikan “momok” yang menakutkan akan tetapi harus kita jadikan peluang yang bermanfaat. Untuk mengantisipasi peluang ini, maka perlu kesiapan dan kemahiran manusia itu sendiri.  Kualitas  sumber daya manusia amat penting karena hanya dengan sentuhan manusia-manusia yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, keterampilan yang handal dan sikap moral yang tinggi, maka berbagai persoalan yang muncul sebagai konsekwensi logis dari adanya era globalisas sangat diyakini akan bisa terjawab. Oleh karena itu, gerakan usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia hendaknya menjadi komitmen seluruh komponen bangsa. Melalui usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia diharapkan dapat tercipta manusia-manusia yang dapat diandalkan untuk mampu berkiprah dalam percaturan global.  Pada kenyataaannya, memang harus diakui bahwa saat ini tingkat kualitas sumber daya manusia kita sangat mengkhawatirkan, jangankan untuk bersaing pada tingkat global, untuk tingkat regional ASEAN saja, posisi kualitas sumber daya manusianya di atas kita.
Di era global saat ini, perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan sistem pendidikan harus dilakukan, termasuk di dalamnya usaha untuk menempatkan guru sebagai kunci utama keberhasilan pendidikan. Karenanya guru diberikan otonomi yang lebih luas dalam melaksanakan berbagai tugas, fungsi dan kewajibannya, Guru harus didorong berbuat lebih kreatif dan inovatif untuk menemukan sendiri berbagai metode dan cara baru yang paling sesuai dan tepat dalam proses pembelajaran, yang ditujukan demi keberhasilan para siswanya.  Begitu juga, bobot penilaian dan penghargaan kepada guru hendaknya ditekankan pada hal-hal lebih esensial dan substansial yaitu sejauhmana guru dapat melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan sejauhmana guru dapat mengembangkan pola interaksi belajar yang kondusif.  Karena itulah guru dituntut untuk betul-betul dapat menjalankan perannya dalam proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
                DR. E. Mulyasa, M.Pd, menyebutkan ada 20 peran yang idealnya dilakukan oleh seorang guru profesional, yakni sebagai : (1) pendidik, (2) Pengajar, (3) Pembimbing, (4) Pembimbing, (5) Pelatih, (6). Penasehat, (7). Inovator, (8). Model/ teladan/ uswah, (9) Pribadi, (10) Peneliti, (11) Pendorong Kreativitas, (12) Pembangkit Pandangan, (13) Pekerja Rutin, (14) Pemindah Kemah, (15) Pembawa Cerita, (16) Aktor, (17) Emansipator, (18) Evaluator, (19) Pengawet , dan (20) Kulminator.
            Upaya pemberdayaan guru, baik dari segi kinerja maupun kesejahteraannya, untuk terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi  kenyataan, yang pada gilirannya nanti akan terbentuk manusia-manusia yang sanggup mencetak sumber daya insani yang memiliki dan wawasan sanggup bersaing di era global.
Karenanya dalam Standar Kompetensi Guru bagian Komponen Pengelolaan Pembelajaran Dan Wawasan Kependidikan & Komponen Pengembangan Profesi disebutkan bahwa “Berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, antara lain: (1) adanya keberagaman kemampuan guru dalam proses pembelajaran dan penguasaan pengetahuan, (2) belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru, (3) pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan kebutuhan, dan (4) kesejahteraan guru yang belum memadai. Jika hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan.” 
Jadi persoalan mendasar untuk mencetak sumber daya insani yang sanggup bersaing di era global, tentu terpulang kepada bagaimana kemampuan mereka yang melakukan itu, yakni peran para guru. Ini berarti bahwa persoalan pokok terletak bagaimana menstandardkan kemampuan/kompetensi guru sehingga memang diharapkan mampu melakukan tugas-tugas yang diamanahkan/dituntut oleh masyarakat lokal, nasional dan bahkan internasional di era global ini.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang (1) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) sehat, (4) berilmu, (5) cakap, (6) kreatif, (7) mandiri, serta (8) menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 
Berbicara masalah pendidkan, bagaimana kita dapat bangkit dari keterpurukan mutu pendidikan yang berdampak besar terhadap krisis multidimensial. Berbicara mengenai peningkatan mutu pendidikan pada bangsa yang  sedang mengalami krisis bukanlah persoalah mudah. Karena banyak faktor yang mempengaruhi  mutu pendidikan di suatu negara.
            Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan sebagai berikut:
a.       Raw Input (siswa)
Yang termasuk raw input adalah IQ, EQ, AQ, SQ, Bakat, minat, kebutuhan dan perkembangan intelektual.
b.      Instrumental Input
Faktor internal dalam peningkatan mutu pendidikan adalah Kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan, kompetensi guru, dan sarana prasarana pembelajaran.
c.       Enviromental Input
Faktor eksternal yang mempengaruhi dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan lingkungan sekolah itu sendiri sebagai penyelenggara pendidikan.
d.      Output
Implikasi dari proses pendidikan yang memberikan pelayaan yang prima akan bertampak pada hasil yang diharapkan, yang dimaksud adalah:
a)      nilai UN, sumatif, dan formatif menunjukkan angka di atas rata-rata
b)      hasil belajar (kognitif, apektif, dan psikomotor) semakin membaik
c)      memunculkan peserta didik yang cerdas, kompetitif, dan berakhlak mulia
d)     menghasilkan manusia hidup bahagia mati masuk surga (happy anding)  
Ada apa di abad 21? diabad 21 yang di sebut era globalisasi, teknologi semakin maju, dan masalah semakin beragam.  Keberagaman ini akan nampak seperti:
1.      Informasi semakin beragam, jenis dan sumbernya
2.      Persoalan semakin beragam
3.      Manusia beragam dalam budaya dan agama
4.      Teknologi semakin beragam
Apa yang perlu dimiliki anak menghadapi tantangan jaman di era globalisasi       sekarang ini?
1.      Memiliki tangggung jawab : pribadi dan sosial (kerja sama/networking)
2.      Memiliki kemampuan beradaptasi (learning how to learn)
3.      Memiliki kemampuan berkomunikasi
4.      Problem solver : yaitu mampu berfikir nalar, kreatif, kritis dan sistematik
5.      Melek media/informasi
6.      Memiliki keteguhan keyakinan dalam beragama, falsafah, dan budaya.
B.Guru Abad 21
Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan kualitas atau mutu, menuntut semua pihak dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya.  Hal tersebut mendudukan pentingnya upaya peningkatan kualitas pendidikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang harus dilakukan terus menerus, sehingga pendidikan dapat digunakan sebagai wahana dalam membangun watak bangsa (nations character building). Untuk itu, guru sebagai main person harus ditingkatkan kompetensinya dan diadakan sertifikasi sesuai dengan pekerjaan yang diembannya. Dalam kerangka inilah pemerintah merasa perlu mengembangkan standar kompetensi dan sertifikasi guru, sebagai bagian dari standar pendidikan nasional (SPN) dan standar nasional Indonesia (SNI) (Mulyasa, 2008:17).     
            Pada hakikatnya, standar kompetensi dan sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya, sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman.
            Dari berbagai sumber, dapat diidentifikasikan beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran karakteristik guru yang dinilai kompetensi secara profesional, yaitu : (1) mampu mengembangkan tanggung jawab dengan baik, (2) mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat, (3) mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan sekolah, (4) mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas (Mulyasa, 2008:17-18).
Sosok Guru Abad 21
1)      Guru Sebagai Tenaga Profesional
            Guru sebagai tenaga profesional merupakan tekad pemerintah dan semua pihak dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, agar nantinya mutu SDM Indonesia mampu berdiri sejajar dengan yang lain di dunia. Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, regional dan global sehingga pelu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
            Dalam upaya pembangunan pendidikan nasional, diperlukan guru dalam jumlah yang memadai dengan standar mutu kompetensi dan profesionalisme yang terjamin dan dapat menggerakkan dinamika kemajuan pendidikan nasional. Untuk mewujudkannya diperlukan suatu proses yang terus menerus, tepat sasaran, dan efektif. Proses menuju guru profesional ini perlu didukung oleh semua unsur yang terkait dengan guru. Unsur-unsur tersebut dapat dipadukan untuk menghasilkan suatu sistem yang dapat dengan sendirinya bekerja menuju pembentukan guru-guru yang profesional dalam mutu maupun kuantitas yang mencukupi.
            Sejalan dengan kebijakan pemerintah, melalui UU no. 14 Tahun 2005 Pasal 7 mengamanatkan bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Di samping itu, menurut pasal 20, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
            Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, selayaknya pemerintah memfasilitasi terlaksananya pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan agar kompetensi guru sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.  Unsur-unsur yang berperan dalam peningkatan profesionalisme guru di antaranya adalah Kelompok Kerja Guru(KKG)/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP)/Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Pemerintah Daerah. Di samping itu organisasi profesi, perguruan tinggi, industri dan partner internasional merupakan unsur yang dapat berperan secara signifikan dalam peningkatan profesionlisme guru berkelanjutan.
            Program pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan memiliki tujuan memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi guru secara berkelanjutan untuk mencapai standar profesi guru yang dipersyaratkan agar sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi , dan seni (Rivai dan Murni, 2009).
            Pofesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalannya.
            Berbicara tentang guru sebagai tenaga profesional memiliki fungsi yaitu (1) meningkatkan martabat guru di bidang pekerjaannya; (2) guru sebagai agen pembelajar; (3) meningkatkan mutu pendidikan nasional/mewujudkan tujuan pendidikan.

2)      Guru memiliki Standar Kompetensi   
            Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke and Stone (1995, dalam Mulyasa, 2008) mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai …descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful…kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti. Sementara Charles (1994 dalam Mulyasa, 2008) mengemukakan bahwa : competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired condition (kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan). Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa : “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.  Penulis menyebut bahwa yang disebut kompetensi adalah terintegrasinya Ilmu (kognitif), Amal (psikomotor), dan Iman (apektif).
            Dari Uraian di atas, nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati, tetapi mencakup sesuatu yang tidak kasat mata.
            Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam prosedur dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process) (Mulyasa, 2009:25-26).
            Guru secara utuh memiliki ekspektasi peran  ialah sebagai pendidik (educator), sebagai pengajar (teacher), sebagai anggota masyarakat, sebagai pemimpin,  sebagai administrator, dan sebagai pengelola pembelajaran.
Sebagai pendidik, guru mengemban tugas membimbing peserta didiknya agar dapat tumbuh-kembang optimal untuk menjadi dan menemukan jati dirinya (being a good citizen) dengan berlandaskan kepada filosofi pendidikan yang berorientasi pada peserta didik (student oriented) melalui pendekatan psikologis, sosiologis, dan pedagogis.                                                                                                             Sebagai pengajar, guru mengemban tugas untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal untuk secara cerdas memiliki dan menguasai pengetahuan dan keterampilan (having skills and scientific knowledge) dengan berlandaskan filosofi pembelajaran yang mengutamakan bahan pelajaran (subject matter) dan strategi pembelajaran tekno-metodologik.
Dalam operasionalisasi kedua tugas esensial guru itu diselenggarakan secara terpadu, sehingga dari setiap proses pembelajaran diharapkan dapat menghasilkan efek ganda, ialah menguasai bahan pelajaran dan kepribadian, kemandirian, pengendalian diri dan akhlak mulia (nurturant affects)., Kedua peran tugas esensial jabatan guru tersebut seharusnya dipahami dan dihayati oleh setiap guru secara utuh dan terpadu (Makmun, dalam Fadjar, 2009:376).
            Menurut Morris dkk, 1963 (Makmun, dalam Fadjar, 2009:393) bahwa pendidik dan khususnya guru memahami landasan-landasan filosofi dan teoritis, sosiologi, antropologis, dan psikologis serta sistem nilai-nilai disamping menguasai  kemahiran metodologis dan teknologis yang relevan dengan praktis pendidikan. Di atas kesemuanya itu, seoang pendidik khususnya guru sejati harus memiliki jiwa dan semangat keterpanggilan atas tugas yang diembannya. Selanjurnya Jarvis, 1983 (Makmun, dalam Fadjar, 2009:393) mensinyalir bahwa sangat boleh jadi tidak semua pendidik dan khususnya guru tidak atau belum menyadari atas keterpanggilan pada tugasnya, namun pada dasarnya hal itu dapat ditumbuh-kembangkan secara kondisional yang kondusif melalui pembinaan yang sistematis dalam suatu tatanan dan proses sistem pendidikan dan latihan yang mampu melahirkan guru-guru yang memiliki kemampuan (competencies) sesuai dengan ukuran standar yang dipandang ideal.

3)      Kompetensi Guru dan Dosen menurut UU nomor 14 tahun 2005
            Menurut UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, ada empat kompetensi pokok yang harus dikuasai oleh guru, meliputi : kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi professional, dan kompetensi pedagogik.
 (1). Kompetensi kepribadian (akhlaq mulia)
            Yaitu guru memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Bakat dan minat menjadi guru merupakan faktor penting untuk memperkokoh seseorang memilih profesi guru. Guru adalah teladan bagi anak didik, dan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu kepribadian yang mantap menjadi syarat pokok bagi guru agar tidak mudah terombang-ambing secara psikologis oleh situasi yang terus berubah secara dinamis (baik positif maupun negatif). Dengan kepribadian seperti ini, guru akan mampu tampil berwibawa, arif dalam menyapa dan mendidik para siswa, dan cerdas dalam melayani masyarakat dengan segala perbedaannya.
(2). Kompetensi Sosial (Gaul)
            Yaitu kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Guru harus menjauhkan sikap-sikap egois, sikap yang hanya mengedepankan kepentingan diri sendiri. Guru harus pandai bergaul, ramah terhadap peserta didik, orang tua maupun masyarkat pada umumnya. Guru adalah sosok yang dapat secara luwes berkomunikasi kesegala arah, karena bidang tugasnya selalu berhubungan dengan siswa, antar guru, dengan atasannya, dan kepada masyarakat di luar sekolah. Ada beberapa tip yang harus dikuasai guru dalam tata pergaulan ini. Dan kunci keberhasilan guru dalam membina dan membelajarkan siswa maupun anggota masyarakat lainnya, adalah terletak pada bagaimana kemampuan guru melakukan interaksi sosial ini kepada siswa dan masyarakat lainnya.
(3). Kompetensi Profesional (menguasai materi ajar dan pengayaannya)
                        Yaitu kemampuan untuk  dapat menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru mampu membimbing peserta didik sehinggs dapat memenuhi standar kompetensi minimal yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik. Guru diwajibkan menguasai dengan baik mata pelajaran yang diasuhnya, sejak dari dasar-dasar keilmuannya sampai dengan bagaimana metode dan teknik untuk mengajarkan serta cara menilai dan mengevaluasi siswa yang menngikuti proses belajar mengajar. Akhir dari proses pembelajaran adalah siswa memiliki standar  kompetensi minimal yang harus dikuasai dengan baik, sehingga ia dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kompetensi tersebut. Oleh karena itu kompetensi secara sederhana sering disebut dengan “competency is an ability to do something”.  Guru profesional adalah guru yang menguasai mata pelajaran dengan baik dan mampu membelajarkan siswa secara optimal, menguasai semua kompetensi yang dipersyaratkan bagi seorang guru (Makmun, dalam Fadjar, 2009:129-131).
(4). Kompetensi pedagogik (menguasai metode, pendekatan pembelajaran dan       berwawasan kependidikan)
         Yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Upaya memperdalam pemahaman terhadap peserta didik ini didasari oleh kesadaran bahwa bakat minat dan tingkat kemampuan mereka berbeda-beda, sehingga layanan secara individual juga berbeda-beda. Sekalipun bahan ajar yang disajikan dalam kelas secara klasikal sama, namun ketika sampai pada pemahaman secara individual, guru harus mengetahui tingkat perbedaan individual siswa, sehingga dapat memandu siswa yang percepatan belajarnya terbelakang, sehingga pada akhir pembelajaran memiliki kesetaraan. Pada dasarnya proses pembelajarn ini adalah bagaimana kemampuan pendidik membantu pengembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
            Keempat standar kompetensi guru tersebut masih bersifat umum dan perlu dikemas dengan menempatkan manusia sebagai makluk ciptaan Allah yang beriman dan bertaqwa, serta sebagai warganegara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan keempat standar kompetensi guru di atas perlu didasarkan pada (1) landasan konseptual, landasar  teoritik, dan peraturan perundangan yang berlaku; (2) landasan empirik dan fenomena pendidikan yang ada, kondisi, strategi, dan hasil di lapangan, serta kebutuhan stakeholders; (3) jabaran tugas dan fungsi guru : merancang, melaksanakan, dan menilai pembelajaran, serta mengembangkan pribadi peserta didik; (4) jabaran indikator standar kompetensi : rumpun kompetensi, butir kompetensi, dan indikator kompetensi; dan (5) pengalaman belajar dan asesmen sebagai tagihan konkret yang dapat diukur dan diamati untuk setiap indikator kompetensi (Depdiknas, 2004 dalam Mulyasa, 2008).
            Di samping standar profesi di atas, guru perlu memiliki standar mental, moral, sosial, spiritual, intelektual, fisik dan psikis, sebagai berikut :
(1). Standar mental : guru harus memiliki mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya.
(2). Standar moral : guru harus memiliki budi pekerti luhur dan sikap moral yang tinggi.
(3). Standar sosial : guru harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan    bergaul dengan masyarakat lingkungannya.
(4)  Spiritual : guru harus beriman dan bertaqwa kepada Allah yang diwujudkan  dengan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
(5). Standar intelektual : guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
(6) Standar fisik : guru harus sehat jasmani, badan sehat, dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan diri, peserta didik, dan lingkungannya.
(7). Standar psikis : guru harus sehat rohani, artinya tidak mengalami ganguan jiwa ataupun kelainan yang dapat mengganggu pelaksanaan tugas profesionalnya (Mulyasa, 2008:28).
C.Kesimpulan
                Di era globalisasi ini, para guru menghadapi berbagai ketidak pastian sejalan dengan perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan sosial budaya sehingga guru dituntut untuk belajar lebih banyak dan proaktif agar mereka memiliki pengetahuan dan keahlian yang lebih kaya dibandingkan siswa. Karena guru sebagai sosok terdepan dalam proses pendidikan dituntut untuk mampu memberikan pengetahuan, sikap perilaku dan keterampilan melalui strategi dan pola pembelajaran yang sesuai dengan era globalisasi.
            Persoalan membantu meningkatkan kompetensi dan profesional guru sangatlah kompleks dan luas. Pemerintah harus membantu dengan mulai dari peningkatan kesejahteraan guru sampai dengan standarisasi kompetensi guru. Tetapi yang lebih penting adalah kesadaran guru untuk meningkatkan kompetensi diri sendiri.
            Guru yang profesional merupakan keharusan demi mewujudkan lulusan pendidikan yang mampu bersaing dalam menghadapi realitas kehidupan di era globalisasi ini.
Peran guru dalam menghadapi era globalisasi harus mampu mengadaptasi sistem pembelajaran.  Bagaimanakah pembelajaran di abad 21 ini, banyak pilihan yang memungkinkan seorang guru mengimplemenasikannya, diantaranya adalah:
1.      Pembelajaran konstruktivisme (J.Piaget)
2.      Pembelajaran Meaningful Learning (belajar bermakna)
Belajar bermakna dapat kita ambil dari beberapa pakar pendidikan diantaranya:
a.       John Dewey tentang Learning by doing
b.      John Piaget tentang Intellectual
c.       J.D.Novac Ausubel tentang Discovery Learning
DAFTAR PUSTAKA

Fajar, A.M.(2009). Pengembangan Profesionalisme Guru. Jakarta : Uhamka Press.
Iskandar. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada Press.
Mulyasa, E.(2008). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : Rosda.
Rivai, V dan Murni, S. (2009). Education Management. Jakarta : Rajawali Press  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar